Minggu, 20 Mei 2012

Seharusnya Cinta

Cinta itu seharusnya menyejukkan
Tak seharusnya cinta menyakitkan
Tak seharusnya cinta menyayat hati
Tak seharusnya cinta memaksa diriku..
Masuk ke dalam kubang derita

Cinta itu seharusnya milik berdua
Tak seharusnya cinta itu berego
Tak seharusnya cinta itu dirampas satu
Tak seharusnya pula cinta dibagikan rata..
Pada tulang rusuk yang berbeda

Oh cinta...
Sampai kapan dirimu bertahan
Apakah kini satu hati tak cukup mengobati...
Dahaga rindu bagi pecinta sejati?

Cinta cinta cinta...
Cintaku kini redup berpendar
Cintaku nanti kuharapkan berpijar
Semoga saja...


Alhuda
20 Mei 2012


Share

Gadis Berjilbab

Hatiku tergetar melihatnya
Sosok yang anggun itu
Bola matanya bundar bersinar
Pandangannya penuh oleh kesyukuran
Oh batinku teduh seketika itu

Rona mukanya bercerita
Usianya sudah matang
Tanda bahwa ia siap membangun bahtera
Hanya perlu menanti sang nahkoda menjemputnya

Berdiri ku disampingnya
Tapi kini..
Memandangnya pun aku tak kuasa
Hati ini gerimis
Menahan asa yang tak berkemungkinan
Membendung cita yang tak diniatkan

Seandainya diriku...
Tak punya rasa iba
Tak mau tau deritanya
Dan acuh segala rasa
Mungkin aku sudah membawanya serta



Alhuda
20 Mei 2012
Share

Reportase Tour de Bromo (part 1)

KTP, begitulah kami menyebut diri kami. Entah dari mana kami dapatkan nama itu. Mungkin terilhami langsung dari atas langit. Hehe
Dalam komunitas ini kami memiliki visi dan misi yang mulia.

Visi:
Sebagai wadah bagi biker PWK untuk lebih mencintai Indonesia.

Misi:
  1. Brotherhood (internal + external)
  2. Jelajah Nusantara
  3. Pengabdian masyarakat

Dari sinilah kami membangun jaringan dan menemukan keluarga baru.

KTP (Komunitas Touring Planologi) pada touring kedua memilih Bromo sebagai destinasi. Setelah sebelumnya melibas Coban Rondo dan Kawasan Batu, kawan-kawan tertarik dengan track yang lebih menantang dengan jarak yang lebih jauh. Lalu disepakatilah Gunung Bromo sebagai the next destination dengan pertimbangan banyak member KTP yang belum pernah ke sana.
Persiapan pra-keberangkatan dimulai seminggu sebelumnya. Mulai dari persiapan personal terkait perizinan ortu sampai pengecekan motor masing-masing.

Di sini ada yang lucu..
Ketua KTP justru tak bisa ikut touring karena terkendala izin dari ortunya. Sangat disesalkan!

Masih tentang perizinan ortu.. Ada juga yang dilarang berangkat hanya karena gosip.

"Nah lo?! Gimana ceritanya tuh??"
"Sabar sabar.. Begini ceritanya..."

Jadi ada salah satu member KTP, dia cewek, sebut saja dia Bunga.

"Haha, kayak di berita kriminal aja ya.."

Si Bunga ini menuturkan kalo ibunya gak jadi mengizinkan (sebelumnya diizinkan) dia berangkat karena ada tetangganya cerita kalo sebelumnya Gunung Bromo sudah makan korban. Korban dilaporkan gak bisa diketemukan sampai saat ini. Dan korbannya itu hilang naik motor.
Nah, makanya Si Bunga tak dibolehkan berangkat kalo gak pake mobil.

"Jiaah, sejak kapan touring pake mobil?"
"Makanya itu kaan... You get the point kan sekarang? hehe"

Emang kalo perizinan kaya gitu ortu punya hak prerogatif.
Tak bisa diganggu gugat.
Di sini member dituntut harus punya lobbying skill yang mumpuni biar bisa dapet izin buat berangkat touring.

Sementara itu persiapan komunal meliputi indentitas komunitas dan juga perlengkapan bersama meliputi light stick.
Identitas komunitas bisa dilihat dari logonya.
Logo awal dapet masukan dari salah satu member senior yang jomblo, Mas Grandong.

Logo Awal

Logo "entup tawon" ini punya filosofi tersendiri:- sayap 36 merepresentasikan PWK yang berkode jurusan 36
- filosofi hidup komunitas dilambangkan dengan hewan tawon dipilih karena mereka hidup berkoloni dengan berlandaskan hidup gotong royong mbangun jembatan #eh
- gerigi teknik menunjukkan bahwa member komunitas ini adalah para montir dan teknisi bengkel (becanda)
- tulisan Observasi - Koordinasi - Eksekusi menggambarkan kegiatan sehari-hari planner

Logo itu udah dibuat sejak lama. Sejak zaman penjajahan.
Tapi karena anggotanya sibuk perang makanya disimpen terus dan baru sekarang diekspos ke media.
Begitu diekspos keluar, kawan-kawan merasa logo itu perlu disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Akhirnya oleh member yang masih berjiwa muda logo itu digubah.
Beginilah penampakan logo KTP setelah dilakukan penyesuaian di sana sini.
Logo Baru
Meski banyak yang berubah, namun filosofinya tak banyak yang beda:
- filosofi yang paling ketara adalah masih terdapat kode 36 dalam logo, yakni 3 pada bagian garis perut dan 6 pada garis di sebelah kanan roda teknik.


Untuk sementara segini dulu aja reportasenya.
Cerita pas di Bromonya aku tulis pada part 2 nanti.
Maklum foto-foto di TKP belum masuk ke meja redaksi.. hehe

Share

Minggu, 13 Mei 2012

AKHIR HAYAT PENGGEMAR MUSIK DAN PENCINTA AL QUR'AN (kisah nyata)

Saya ambil dari share seorang teman di facebook.
Tulisan ini adalah tulisan yang membuat saya meneteskan air mata dalam dua bulan terakhir.
Ahh, sungguh futur saya ini.. Dalam rentang dua bulan hati ini seakan mati rasa.
Tak menangis karena rindu Illahi dalam jangka waktu selama itu membuat batin terasa kaku.
Alhamdulillah, dengan membaca kisah ini bisa kembali tersadar.

Semoga kita tetap menjadi orang yang cerdas, yang selalu ingat dengan kematian :)



Kisah Nyata: AKHIR HAYAT PENGGEMAR MUSIK DAN PENCINTA AL QUR'AN
Saif Al Battar

Senin, 21 November 2011 16:58:12

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak.
Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.
Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.
Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.
Tak ada gunanya…
Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.
Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.
Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku.
Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.
“Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.
Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.
Sampai di rumah sakit…
Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.
Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.
Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.
“Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya…
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…

Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…
(Azzamul Qaadim, hal 36-42)

Sumber : [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]...(foto:tyothebronew.bsc)
Share

Rindu yang dulu

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 2.40 WIB.
Sudah terlalu larut bagiku untuk tidur. Takut tak sempat ikut jamaah shalat subuh di masjid fajar nanti.
So, aku usahakan untuk tak tidur sekalian pagi ini.
Yaah pengen ngerasain nikmatnya begadang lagi. Udah lama gak begadang rasanya rindu juga ya masa-masa kepepet garap proyek. hehe

"Hemm.. rupa-rupanya lagi banyak garapan nih?"
"Haha.. gak juga. Temen-temen ada yang butuh bantuan bikin peta buat skripsi, kasian kalo gak dibantuin :)"

"Okelah, walau lembur yang penting tetap semangat! :D"
"InshAllah... Dengan niat lillahi ta'ala, semuanya jadi terasa enteng dikerjakan :D"

Sip, yang penting udah ngepost lah.. hehe
Sekarang lanjut lagii garapnyaa.. :D




Share

Kamis, 03 Mei 2012

Malu

Kemarin adalah tanggal 1. Dan seperti biasa, aku didera penyakit yang luar biasa berat (in my case). Penyakit itu bernama MALU.
Di awal bulan selalu ada transferan uang. Jatah dari 'rumah'.
Setiap dapat kiriman dari ayah, bukan bahagia yang membuncah. Justru rasa malu yang aku rasakan.
Di usia yang produktif ini aku masih belum mampu 'mentas'.
Geregetan juga sering aku rasakan. Geregetan karena sampai sekarang masih belum bisa menghasilkan apa-apa. Belum bisa membanggakan ibu ayah.
Ingin melompat tinggi namun terkadang merasa seperti berada dalam tempurung.
Ingin bilang "Buk, yah.. mulai saat ini saya tidak perlu dikirimi lagi. Inshallah saya sudah bisa mandiri." Tapi rasa takut dan khawatir akan kekurangan lebih sering menyapa.
Kenyataan ini menyadarkanku bahwa aku masih belum siap memberi 'makan anak orang'. Lha wong untuk makan sehari-hari aja masih dijatah orang tua kok mau ngasih makan anak orang.
Ahh, sungguh dilematis.

Dilihat dari sisi positif.
Alhamdulillah..
Paling tidak untuk saat ini semangat berkarya dalam diri masih ada.
Kalau sekarang belum bisa, tak apa. Yang penting terus berusaha.
Nanti akan ada saatnya mereka akan bangga padaku.
Aku akan coba lebih fokus. Walaupun kata 'lebih' masih terkesan relatif, tapi aku akan upayakan yang terbaik.
Untuk saat ini, fokus adalah jawaban atas segala pertanyaan.
Bismillah.



Share