Belakangan ini saya jadi salah satu penganut prinsip oportunis.
Menjadi oportunis memiliki dua sisi. Bagai bilah mata pisau.
Opportunities toward us | source |
Jadi kaum oportunis seperti ini sangat mengharapkan setiap kesempatan baik datang kepada mereka dengan sendirinya.
But, on the other hand being opportunist is such a bad idea!
Kesempatan yang sudah di depan mata memang sangat menggiurkan untuk diambil. Tak hanya satu dua saja, tapi kalau bisa semuanya. Saya ulangi... Semuanya!
Ambil semua kesempatan yang kita punya akan memiliki efek yang buruk di masa depan.
Contohnya saya sendiri yang sekarang mengambil banyak tawaran pekerjaan membuat peta. Semua yang ditawarkan saya ambil tanpa mempertimbangkan kompetensi dan juga rentang waktu masing-masing pekerjaan. Akhirnya, pada waktu deadline seperti saat ini sayanya yang keteteran.
Ya, benarlah bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Dan saya merasakannya sekarang.
Saya yang selalu senang mengutak-atik peta, pada saat-saat deadline seperti ini, jadi berpikiran bahwa peta itu menjemukan.
Dan ini yang tak kalah penting.
Kerugian lain dari seorang oportunis adalah rentannya kehilangan kesempatan lain yang lebih besar.
Contohnya adalah yang sedang saya alami sekarang. Saya beberapa kali kehilangan kesempatan untuk mengikuti beasiswa S2 karena terlalu fokus kepada pekerjaan freelance saya. Saya kehilangan fokus pada sesuatu yang lebih berharga yaitu studi lanjut. Planning masa depan yang saya buat jadi kacau. Dan entah kenapa, saya jadi kurang yakin untuk mewujudkan visi jangka menengah saya, yaitu studi lanjut.
Meski begitu, saya tetap percaya akan pertolongan dari Allah.
Saya yakin apa yang Allah rencanakan lebih indah dari apa yang bisa saya bayangkan.
Tak ada gunanya menyesali apa yang sudah berlalu.
Mungkin quote berikut sangat tepat untuk kondisi saya saat ini.
”You cannot control what happens to you, but you can control your attitude toward what happens to you.”- Brian TracyShare