Jumat, 24 September 2010

Menulis (Writing) - part I

Siapa sih yang tak tahu tentang menulis. Sejak kanak-kanak kita sudah dikenalkan dengan kegiatan ini, dibarengi dengan kegiatan membaca juga tentunya. Sebab tak akan mampu seseorang menulis tanpa menguasai kemampuan baca terlebih dahulu. Menulis sering dianggap sebagai kegiatan yang biasa-biasa saja, tidak istimewa atau bahkan ada yang menganggap itu kegiatan ecek-ecek. Tak penting dan tak berarti apa-apa. Tapi apa yang sebenarnya tersembunyi di balik kekuatan menulis? Tahukah sobat BJ bahwa sejarah tidak akan eksis sekarang apabila tidak ada kegiatan menulis di dalamnya. Kita pasti pernah dengar orang mengatakan “sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia… bla bla bla.” Kata ‘mencatat’ di situ jelas-jelas merupakan bagian dari menulis. Jadi sudah jelas kan kalo menulis itu bukanlah suatu kegiatan yang tidak penting. Coba bayangkan jika dulu para sejarawan tidak menulis apa yang terjadi pada waktu dulu, sekarang kita tak akan tahu sejarah di masa lalu. Sedangkan negara tanpa sejarah bagaikan suatu bentuk tanpa bayangan.

Perlu disadari bahwa kegiatan menulis bukanlah kegiatan yang mudah dilakukan. Dibutuhkan upaya dan kegigihan yang mantap untuk bisa melakukannya dengan baik. Menurut saya, menulis adalah suatu kegiatan di mana proses pengungkapan verbal gagasan seseorang yang direpresentasikan dalam bahasa cetak dengan tujuan apa yang dipikirkan penulis bisa sampai kepada pembaca secara utuh. Nah, apa yang perlu dilakukan agar orang yang membaca tulisan kita tahu apa yang kita pikirkan? Di sinilah letak kesulitan dari kegiatan menulis. Sebab seperti orang berbicara, untuk menyampaikan suatu ide atau gagasan pada orang lain ada banyak sekali cara untuk mengekspresikannya. Hanya saja, kalo bicara tidak perlu menyusun redaksi yang njlimet. Sudah ada ide, langsung dikeluarkan dengan bahasa verbal. Sedangkan menulis tidak sesederhana itu. Proses yang terjadi lebih kompleks.

Dalam menulis, ada kalanya apa yang kita tulis tidak sama dengan apa yang kita pikirkan. Ada yang namanya distorsi di sana. Hal ini disebabkan dalam menulis ada kegiatan lain yang membarenginya. Seperti membuat alur berpikir, mengingat-ingat, menyusun redaksi, lalu proses konversi dari gagasan ke bahasa cetak. Dan semua itu membutuhkan tingkatan fokus yang tinggi. Jika tidak, apa yang kita tulis akan terkesan kacau. Share

0 comments:

Posting Komentar

Beritahu saya apa yang Anda pikirkan tentang tulisan ini... :)