Minggu, 29 Mei 2011

Berdoa, Mohonlah KEKUATAN daripada Kemudahan

"Ya Allah berikanlah kepada hamba kemudahan dalam menjalani semua ini..

Hindarkan hamba dari hal-hal yang memberatkan, ya rabb. Karena hamba adalah makhluk yang lemah tak berdaya.

Semoga esok hamba bisa menyelesaikan semua masalah ini dengan baik. Amin"


Pernahkah kawan berdoa dan meminta kepada Allah hal seperti di atas??
Kalau iya, berarti Anda harus merenungkannya kembali.

Apakah salah berdoa untuk memohon suatu kemudahan setelah kita ditempa kesulitan yang bertubi-tubi?? | Tidak.

Tidaklah salah jika kita memohon seperti itu. Doa seperti itu baik. Semua doa adalah baik selama tidak bertujuan untuk mencelakakan orang lain. Tapi kalau ada yang lebih baik, kenapa kita tidak mencobanya??

Doa merupakan media penghambaan kita kepada Allah, Tuhan semesta alam. Di dalam kita berdoa, ada rasa kepasrahan yang dapat menimbulkan sugesti untuk mencapai GOAL yang kita harapkan. Nah, disinilah letak kelemahan doa [minta kemudahan] itu.

Mari kita renungkan bersama...

Jika kita minta [kemudahan]:
Kepasrahan akan muncul. Sugesti juga akan timbul. Tapi mindset kita akan mengharap dan menunggu adanya kemudahan, kemudahan, dan kemudahan. Jika kemudahan tak kunjung datang, sugesti berangsur-angsur hilang.
Coba bandingkan kalau kita minta [kekuatan]:
Kepasrahan muncul. Demikian juga sugesti yang hadir membarenginya. Bagusnya, jika kita sedang down, berada di titik bawah yang ekstrem, kita tetap bisa memainkan mindset yang super canggih. Bahwa kita adalah orang yang kuat. Seberat apapun beban yang ditimpakan kepada kita, kita akan berpikir kalau kita pasti bisa mengatasinya.
Ada dua cara untuk mengatasi problematika kehidupan kita. Pertama, dengan menurunkan tingkat kesulitan daripada problem itu sendiri. Kedua, dengan jalan meningkatkan kualitas pribadi kita.

Berdoa meminta kemudahan berarti kita telah berupaya untuk menurunkan standar kesulitan problematika. Jikalau kita diberikan kemudahan, kita tidak akan menjadi pribadi yang lebih baik. Karena jelas, kita dapat mengatasi problem tersebut karena memang tingkat kesulitannya yang rendah.

Berdoa meminta kekuatan berarti kita TIDAK menurunkan standar kesulitan problematika. Tapi justru kita telah berupaya meningkatkan kualitas pribadi dalam diri kita. Dengan tingkat kesulitan yang tetap tinggi, jika kita bisa mengatasinya itu berarti kita telah melampaui standar pribadi kita yang sebelumnya. Pada fase ini telah terjadi upgrading pada diri kita. Kita menjadi pribadi yang lebih kuat dan tahan tempaan!

Mario Teguh dalam acaranya di Metro TV, Golden Ways, pernah menyampaikan:
dikosongkan


Sekarang sudah tahu kan bedanya?
Prefer yang mana?
Kemudahan atau Kekuatan??
Andalah yang berhak memilih!!! :) Share

Hati-hati, Orang Apatis Gak Bisa Masuk Surga!!


A: "Temen-temen, bantuin kita ngedekor stan buat pameran jurusan yok!"

B: "Males ahh, mending weekend gini pergi liburan ke luar kota dah.."

C: "Kalo aku enakan di kosan. Istirahat seharian. Phew, nyamann."

A: "Wah, kalian kok apatis gitu sich?? Ini kan buat kepentingan kita bersama. Ati-ati, orang apatis gak bisa masuk surga loh!"

B+C: "Hah, sumpe lo??!"

Benar sekali! Mereka gak bisa masuk surga.
Kenapa orang apatis gak bisa masuk surga? Sebenernya, apatis itu apaan sih? | Okeh, mari kita bahas satu persatu. Cekidott! ;)

Menurut KBBI, kata apatis memiliki makna:
apa.tis
[a] acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh: kita tidak boleh bersikap -- thd usaha pembangunan Pemerintah
Jadi orang yang apatis berarti orang yang tidak peduli terhadap sesuatu. Biasanya sih kalo orang sudah parah tingkat apatisnya, dia gak bakal peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Bener-bener total dalam bersikap acuh. They won't care about the things around them at all. *WTH!

Mereka lebih sibuk dengan dunianya sendiri. Mirip dengan egois. Tapi hati-hati dalam memahami pengertian apatis ini karena bisa saja kita salah persepsi dan mengira apatis sama dengan egois. Ini beda lo. Kalo egois:
ego.is
[n] (1) Psi orang yg selalu mementingkan diri sendiri; (2) Fil penganut teori egoisme;
Egois = self-centered, sifat yang melekat pada diri setiap orang di mana lebih mementingkan kepentingan diri sendiri tanpa mengindahkan perasaan dan kepentingan orang lain. Menonjolkan ego. [Contoh: pada saat kerja bakti merenovasi masjid. Pas yang lain sibuk kerja, orang egois enak-enakan nyantai, tidur di serambi masjid. Tapi masih dateng dan bantuin dikit.]

Apatis = anti terhadap yang lain, maksudnya sikap yang muncul adalah acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap suatu keadaan. [Contoh: pada saat kerja bakti merenovasi masjid. Pas yang lain sibuk kerja, orang apatis gak bantu apa-apa. Boro-boro bantu, batang hidungnya saja gak kelihatan. Tidak tahu rimbanya.] #Duh, parah!!

Dari gambaran di atas, orang egois masih mau membantu. Tapi karena self-centered nya itu, dia lebih mementingkan diri sendiri di atas kepentingan bersama. Orang apatis lebih parah. Mereka gak dateng bantu kerja bakti lantaran sudah tidak peduli sedari awal. Mereka tak mau tahu apa yang terjadi pada yang lain. Menutup diri dari dunia luar.

Serupa, tapi tak sama. Ya, mungkin seperti itulah gambaran gampangnya untuk kedua term di atas.

Kembali lagi ke pembahasan awal, orang apatis gak bisa masuk surga.
Really? | Yes, absolutely.
How come? | Let's figure it out together.. ;)

Pernah dengar kisah seorang pezina di jaman nabi yang masuk surga hanya karena memberi makan anjing jalanan yang kelaparan? Pasti pernah kan. Itu kan salah satu kisah teladan yang biasa diberikan pas waktu SMP sampe SMA.

Pezina tersebut bisa masuk surga karena kepeduliannya terhadap makhluk Allah yakni hewan.
Nah, kalo keadaan tersebut kita balik gimana?
Bagaimana jika kita tidak peduli kepada makhluk-Nya?
Ya sudah jelas, itu merupakan sebuah dosa.

Acuh terhadap makhluk saja sudah merupakan dosa. Apalagi acuh kepada sesama manusia yang notabene adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Makhluk yang paling sempurna. Khalifah di bumi dan alam semesta.
Tidak peduli kepada orang di sekitar kita termasuk dalam kategori memutuskan tali silaturahim. Sedangkan orang yang memutuskan tali silaturahim diancam Allah tidak akan masuk surga.

Dari Jubair bin Muth'im ia berkata: Rasulullah saw bersabda, "tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali persaudaraan/ tali kekeluargaan." (HR. Bukhori dan Muslim)

So, kawan-kawanku mari kita berusaha menghilangkan sifat apatis yang ada dalam diri kita. Alih-alih, kita tambah rasa kepedulian antar sesama. Kepedulian kita kepada orang-orang di sekitar kita akan membawa banyak faedah. Fa insyaallah..

#Tulisan ini masih kacau. Ga nyambung. Tapi whatever lahh. Sing penting guyub, rek! :D
Share

Sabtu, 28 Mei 2011

Kenapa Harus "AL" ??

"Eh, namamu sapa?"

"Alhuda Rohmatulloh."


"Wah, sangar ya namanya.. Biasanya dipanggil gimana?"

"Panggil aja AL atau Huda."

"Al? Gaya banget kaya anak artis aja dipanggil Al, El, Dul gundul? hehe. Aku panggil Huda aja ya.."


Conversation di atas merupakan gambaran kondisi yang paling sering saya alami ketika berkenalan dengan seseorang. Sekilas, dari situ mungkin terlihat saya orangnya sok atau sekedar nggaya (logat asli mBlitar). Padahal sebenarnya ada udang dibalik gnadu. (Doh!)

Maksud saya, ada alasan mengapa kok saya ingin dipanggil dengan sebutan "AL".

FYI, nama lengkap saya itu pemberian kakek saya (dari pihak ibu). Saya adalah cucu laki-laki beliau yang pertama, sekaligus juga laki-laki pertama dari garis keturunan beliau. Menurut cerita ibu saya, kakek sangat mengharapkan keturunan laki-laki. Tapi, memang apa yang diamanahkan tidak sesuai harapan karena semua anaknya adalah perempuan. Pernah sih punya anak laki-laki, namun meninggal saat masih bayi. Jadi kelahiran saya jelas membuat kakek dilimpahi rasa bahagia tak terkira. #InterpretasiPribadi

Nah, karena itulah saya diberikan nama, yang juga merupakan doa, yang bagus banget oleh beliau: Alhuda Rohmatulloh. Artinya kira-kira: anak yang diharapkan senantiasa mendapatkan petunjuk dan rohmat Allah (biar gak tersesat kali ya). Saya sungguh beruntung, bukan?

Sejak TK hingga SMA saya dipanggil dengan sebutan "Huda". Saya biasa saja. Namun ketika kuliah, saya lebih ingin dipanggil dengan sebutan "Alhuda" yang ada "AL"-nya. Kenapa?? Ya karena saya ingin mengenang mendiang kakek yang sangat baik hingga menghadiahi saya dengan nama yang sangat unik dan beda daripada kebanyakan orang itu! Sebenarnya tidak ada yang salah dengan panggilan "Huda" itu, tapi Huda selain saya kan banyak?? Jadi gak bisa bikin saya langsung inget sama kakek. Beda kalo dipanggil "Ahuda" atau "AL"!

Satu lagi alasan. Hari-hari terakhir sebelum kakek "dipanggil" Allah, saya tidak berada di dekat beliau. Hingga pada saat beliau dikebumikan, saya juga tidak ikut menghantar. Itulah kebod*han yang saya sesali hingga detik ini. Jadi dengan panggilan baru saya yang reminding itu, paling tidak saya bisa mengobati rasa bersalah ini.
Semoga doamu dalam namaku ini menjadi berkah bagi semua!
*Amin

Terima kasih, Kakek.. :) Share

Minggu, 22 Mei 2011

Ketika Imam Shalat Kurang Kompeten

Pernahkah sobat melakukan shalat berjamaah tetapi tidak bisa khusyu' karena merasa imamnya kurang kompeten?

Saya pernah!!
Akhir-akhir ini saya sangat sibuk dengan urusan di kampus. Seringkali berada di kampus daripada di kosan membuat saya melakukan ritual sembahyang di kampus (kalau di kosan saya sering jamaah karena lokasi dekat dengan masjid). Walaupun di kampus, tetap saya usahakan untuk melakukannya secara berjamaah. Tapi ada fenomena aneh yang saya rasakan. Sering ketika menjadi makmum, shalat saya tidak khusyu' lantaran kekurangyakinan saya akan kemampuan imam dalam melafalkan bacaan shalat. Imam shalat biasanya senior/ kakak tingkat, temen-temen sendiri, atau karyawan di kampus. Dosen jarang jadi imam karena mereka shalat di ruangan mereka sendiri.

Penentuan imam shalat di kampus jarang (baca: tidak pernah) melihat background religi dari sisi personal secara serius. Biasanya asal tunjuk saja. Yang kelihatan lebih tua, lebih alim, lebih kelihatan "islam"-nya maju jadi imam. Sedangkan saya sendiri jarang jadi imam karena merasa sungkan dan minder dengan kemampuan bacaan shalat saya. Makanya saya lebih percaya orang lain yang memimpin shalat. Namun, ketika sang imam membaca beberapa ayat saya tersentak, dikejutkan dengan pelafalannya yang amburadul. Menyadari bacaan shalat saya lebih baik daripada imam, membuat saya kepikiran hingga membuat saya tidak lagi fokus pada esensi shalat (terlepas dari sikap GeeR). Hal itu membuat saya berpikir bahwa lebih nyaman melakukan shalat sendirian daripada jamaah. Astaghfirullah.. Semoga dosa saya diampuni jika sikap saya ini salah.

Lesson learned:
Dalam menentukan imam shalat tidak boleh sembarangan. Banyak hal yang harus diperhatikan untuk menentukan imam yang tepat. Mungkin buku ini bisa dijadikan panduan untuk persoalan imam shalat. Ini penampakan covernya.














Di atas saya tulis "mungkin," karena memang saya belum tahu seperti apa isi buku tersebut. Referensi di atas saya dapat secara tak sengaja dari hasil browsing barusan. :P

Tapi jika waktu shalat terbatas sementara kita tidak punya cukup kesempatan untuk memilih imam yang sesuai dengan kriteria, sebaiknya minta saja salah seorang teman yang bacaannya sudah diketahui untuk jadi imam. Tidak perlu (coba-coba) mengetes orang lain yang belum tentu baik bacaannya. Tulisan saya ini semata-mata hanya untuk mencari kebenaran akan persoalan shalat keseharian. Semoga ada yang memberikan komentar yang mencerahkan..

"Karena sesungguhnya setiap kamu adalah pemimpin."

Share

CoPas, Kebiasaan Sepele yang Membunuh Kreativitas

CoPas, kepanjangan kata dari Copy-Paste. Kegiatan yang sederhana, kelihatan sepele, dan gampang banget dilakuin. Saya mulai berpikir aktivitas yang sering dilakuin oleh sebagian besar pelajar, mahasiswa, ataupun akademisi ini mulai perlu mendapat perhatian. Pasalnya, CoPas bisa mematikan kreativitas dari si pelaku CoPas itu sendiri. Lho kok bisa??

Ya bisa dong..

Gini gambarannya.. Biasanya sih kalo orang CoPas dari sebuah dokumen buat dijadiin bahan tugas, mereka gabungin beberapa tulisan kemudian dijadiin dalam sebuah "karya" baru dengan ditambahkan beberapa kata/kalimat penghubung sehingga jadi kelihatan menyatu. Tapi pernah gak sih kita mikir, kalo sebenernya kegiatan itu gak bisa ngasih sesuatu ke kita? Maksudnya, kita gak bakal dapet apa-apa selain tugas yang selesai. Titik. Keuntungan lain, jelas gak ada! Pengetahuan baru, udah pasti kita gak dapet karena metode CoPas biasanya kita cuma baca dan nyari keyword aja lalu langsung disalin mentah-mentah kata-kata atau kalimatnya begitu ketemu kata yang dirasa pas.
CoPas tak ubahnya dengan kita melakukan retelling dari omongan seseorang lalu disampaikan ke orang lain. Gak ada yang dirubah. Bener-bener nge-plek kata sak titik-koma nya. Jadi ya gitu itu, gak ada nilai tambah personal dalam kegiatan CoPas tadi. Hedeehh..

Padahal, bisa aja kita mengekspose pemikiran brilian kita di dalamnya. Yakni dengan membuat sintesa dari tulisan yang hendak kita pakai. Bedanya dengan CoPas, dengan sintesa kita membaca dan memahami tulisan yang hendak kita jadiin bahan "karya" kita secara keseluruhan. Setelah itu, kita tulis substansinya dengan redaksi kita sendiri PLUS nambahin sudut pandang kita di dalamnya. Dengan begitu, otomatis kita gak melakukan pure CoPas karena sudah ada nilai yang kita tambahkan di dalam proses itu. Di sinilah nilai kreatif yang saya maksudkan. Perlu diingat, semua orang dianugerahi Allah swt dengan akal yang sangat menakjubkan. Dengan akal tersebut, seseorang bisa melakukan sesuatu yang sangat besar bagi kehidupannya, kehidupan orang lain atau bahkan bagi peradabannya. Namun, jika akalnya tak sering digunakan (diaktifkan) yang terjadi mungkin dia bakal bingung sendiri mikirin urusan pribadinya. Gak sampai bermanfaat buat orang lain, udah bingung sendiri. Wah, parah ga tuhh? Heumm..

Makanya, sebisa mungkin mari kita hindari pure CoPas itu. Keliahatannya sih enak, tapi ternyata memiliki efek permanen. Jujur saja, saya bukan orang yang tidak pernah melakukan CoPas. Justru saya bikin postingan ini karena saya punya pengalaman buruk karena kegiatan CoPas. Yaa, selain untuk mengingatkan sobat semua juga sebagai pengingat untuk diri saya sendiri. hehe

Say NO to CoPas..
Let's try to make a syntheses and boost our creativity!!
Share